Usefull links

Contact us

My Cart
Rp 0
My Cart
Rp 0
Blog
Menjadi Ayah ASI

Ajak Suami Menjadi Ayah ASI, Yuk!

Sering sekali kita mendengar kehebatan-kehebatan para suami yang telaten mendampingi istri dalam merawat bayinya: mengganti popok, memberi ASI perah pada malam hari, meninabobokan bayi saat terbangun malam, dan lain sebagainya. Kisah-kisah ini terdengar sangat heroik, terutama bila kita (sebagai ibu) membandingkan dengan kenyataan yang tidak sesuai harapan. Betapa indahnya dunia bila suami bisa begitu pengertian dan memberi jatah “me-time” tanpa merasa dipaksa.

Ini juga terjadi pada diri saya dulu. Suami saya termasuk orang yang kikuk memegang bayi. Baginya, bayi adalah mahluk yang sangat fragile, jadi ia merasa ketakutan untuk menggendongnya. Saat menggendong anak kami, ia harus menemukan posisi yang sempurna: cuci tangan, lalu duduk di atas tempat tidur, kaki bersila, menumpuk 2 bantal paling empuk menurutnya, baru berkata “yak, siap”. Barulah saya serahkan Ammar diatas tangannya (kadang harus diangkat lagi karena posisi tangan suami kurang mantap dan dicoba berulang-ulang baru dia merasa pas). Lalu setelah 2 menit suami saya akan berteriak “aduh aduh kram! Udah angkat angkat, kasian nanti Ammar sakit.”

Suami saya baru berani menggendong ammar saat usianya menginjak 7 bulan. Menggantikan popoknya saat bayi? Sama sekali tidak pernah.

Tapi sejak usia 2 tahun, Ammar paling suka “mandi sama bapak”. Proses menyapih dengan cinta semakin mendekatkan diri suamiku dengan Ammar. Terapi pelukan yang terus kami lakukan untuk menggantikan kegiatan menyusu karena kebiasaan, ternyata juga berdampak besar bagi hubungan Ammar & bapaknya. Dan tebak siapa yang paling menyemangati saya untuk terus berjuang aktif di AIMI sampai sekarang: suamiku tersayang, bapaknya Ammar. Ia menyadarkan saya bahwa “me-time” tidak cuma sekedar nyalon, meni-pedi atau hang out dengan teman.

———

Ibu, otak laki-laki berbeda dengan otak perempuan.

Michael Guriaan dalam bukunya What Could He Be Thinking? How a Man’s Mind Really Works menjelaskan, perbedaan antara otak laki-laki dan perempuan terletak pada ukuran bagian-bagian otak, bagaimana bagian itu berhubungan serta cara kerjanya. Perbedaan mendasar antar keduanya adalah:

    1. Perbedaan spasial

Pada laki-laki otak cenderung berkembang dan memiliki spasial yang lebih kompleks seperti kemampuan perancangan mekanis, pengukuran penentuan arah abstraksi, dan manipulasi benda-benda fisik. Tak heran jika laki-laki suka sekali mengutak-atik kendaraan.

    1. Perbedaan verbal

Daerah korteks otak pria lebih banyak tersedot untuk melakukan fungsi-fungsi spasial dan cenderung memberi porsi sedikit pada daerah korteksnya untuk memproduksi dan menggunakan kata-kata. Kumpulan saraf yang menghubungkan otak kiri-kanan atau corpus collosum otak laki-laki lebih kecil seperempat ketimbang otak perempuan. Bila otak pria hanya menggunakan belahan otak kanan, otak perempuan bisa memaksimalkan keduanya. Itulah mengapa perempuan lebih banyak bicara ketimbang pria. Dalam sebuah penelitian disebutkan, perempuan menggunakan sekitar 20.000 kata per hari, sementara pria hanya 7.000 kata! Termasuk perempuan bisa memaksimalkan multitasking-nya, menggendong si kecil, sembari memasak dan menyaksikan sinetron favorit di televisi. Sementara kaum pria, jangan heran kalau mereka tidak mendengarkan panggilan anda ketika tengah menyimak pertandingan bola dari klub favorit atau tengah menyaksikan film kesayangan di televisi.

    1. Perbedaan bahan kimia

Otak perempuan lebih banyak mengandung serotonin yang membuatnya bersikap tenang. Tak aneh jika wanita lebih kalem ketika menanggapi ancaman yang melibatkan fisik, sedangkan laki-laki lebih cepat naik pitam. Selain itu, otak perempuan juga memiliki oksitosin, yaitu zat yang mengikat manusia dengan manusia lain atau dengan benda lebih banyak. Dua hal ini mempengaruhi kecenderungan biologis otak pria untuk tidak bertindak lebih dahulu ketimbang bicara. Ini berbeda dengan perempuan.

    1. Memori lebih kecil

Pusat memori (hippocampus) pada otak perempuan lebih besar ketimbang pada otak pria. Ini bisa menjawab pertanyaan kenapa bila laki-laki mudah lupa, sementara wanita bisa mengingat segala detail. (diambil dari www.kompas.com)

Sekarang coba bayangkan bila dua struktur otak yang sangat berbeda tadi tidak dijembatani dengan komunikasi yang baik? Dan secara kemampuan, kita sebagai perempuan telah ditunjuk menjadi ‘juru komunikasi handal’ oleh Tuhan, karena Ibu diciptakan dengan kelebihan intuisif dan penuh cinta.

Memang terdengar melelahkan bila kita harus memahami perasaan suami kita, sementara kita sebagai istri, ibu & manajer operasional di rumah, jungkir balik mati-matian dalam mengurus anak, mengurus suami, mengurus rumah, ditambah lagi menyusui bayi kapanpun dia mau. Tapi ternyata Tuhan memang menciptakan perempuan dengan segala kelebihannya tadi untuk menjaga keharmonisan hubungan.

Jadi Ibu, pergunakan kemampuanmu sebagai juru komunikasi handal :

    1. Hargai pendapat suami, bila salah perbaiki tanpa menghakimi.

Banyak perempuan menempuh cara paling mudah supaya keinginannya terpenuhi : membandingkan dengan orang lain. Ini adalah cara yang salah. Karena bila dibandingkan, laki-laki akan merasa dirinya tidak mampu dan kalah yang tentu saja akan menutup kesempatan untuk berkomunikasi lebih lanjut.

    1. Bila ia sulit berubah, jangan paksa dia untuk berubah.

Cobalah untuk memahami perasaannya, kenapa ia berpendapat demikian. Pelan-pelan sodorkan informasi yang relevan tanpa memaksa. Biarkan ia mengolah sendiri informasi tersebut.

    1. Berkomunikasi bukan hanya dengan ngomong (dan kebanyakan laki-laki tidak suka diajak ngomong).

Di jaman modern ini, banyak media yang bisa kita manfaatkan untuk berkomunikasi : sms, email, maupun channel social media seperti facebook, twitter, dll. Kelebihan dari media-media ini adalah, kita bisa mereview / menguji terlebih dahulu sebelum kita kirimkan ke suami. Coba posisikan diri kita di posisi suami, bila ia membaca pesan dari kita. Apakah cukup netral? Bila belum, masih bisa di edit kan?

    1. Sampaikan informasi, bukan opini.

Opini / pendapat pribadi berpotensi memicu pertentangan bila tidak sevisi. Untuk itu ibu, cobalah untuk menyampaikan informasi (bahkan kalau perlu kumpulkan data-data penelitian yang mendukung). Jadi saat suami menyanggah, kita cukup bilang bahwa ini bukan pendapat pribadi kita, tetapi berdasarkan penelitian para ahli.

Dan yang paling penting dari semua itu, ingatlah bahwa kita memilih suami kita karena mau menerima kelebihan & kekurangannya. Setiap orang terlahir berbeda dan terbentuk pada lingkungan dan pendidikan yang berbeda. Cobalah untuk mengerti sampai mana batas kemampuannya. Jangan pernah untuk memaksakan dia untuk sama dengan orang lain. Keunikan dan ciri khas setiap orang harus dihargai.

Perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Secara hakikat, tugas tulang rusuk adalah menjaga hati. Jadi sebenarnya istri lah yang ditugaskan untuk menjaga hati suami, mengembangkan potensinya, menjaga keimanan & kebahagiannya. Jadi bila suami kita belum mendukung penuh keputusan kita untuk menyusui, jangan kita tentang. Tapi dukunglah dia untuk menjadi pendukung yang baik. Dukunglah dia untuk menjadi seorang breastfeeding father atau ayah ASI. Kemenangan ini akan menjadi kemenangan untuk ibu, anak & pastinya : ayah.

Penulis : Irawati Budiningsih